Jakarta, Infosulut.id – Aliansi Jurnalis Independen Indonesia memantau sejumlah media online mengabaikan Kode Etik Jurnalistik dalam memberitakan kekasih tersangka kasus penganiayaan, Mario Dandy Satrio yang berstatus anak. Kekasih Mario berumur 15 tahun dan polisi menetapkan statusnya sebagai anak yang berkonflik dengan hukum dengan tuduhan memprovokasi.
Sejumlah pemberitaan media daring memuat profil dan foto-foto anak tersebut. Sebagian juga menyebutkan alamat sekolah dan mengulik latar belakang keluarganya. Foto-foto pacar Mario sebelumnya beredar luas di media sosial.
AJI mendesak media massa untuk mematuhi Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999. Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik berbunyi wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan anak yang menjadi pelaku kejahatan. “Anak-anak memiliki hak untuk dijaga privasinya, bahkan jika dia terduga pelaku dalam kasus hukum,” kata Ketua Bidang Gender, Anak, dan Kelompok Marjinal AJI Indonesia, Nani Afrida, Rabu, 8 Maret 2003.
Sesuai Pedoman Pemberitaan Ramah Anak: Wartawan merahasiakan identitas anak dalam memberitakan informasi tentang anak, khususnya yang diduga, disangka, didakwa melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya.
Identitas yang harus dilindungi dari anak yang terlibat kasus hukum adalah nama, foto, gambar, nama saudara, orang tua, paman/bibi, kakek/nenek. Informasi tentang rumah, alamat desa, sekolah, perkumpulan dan apapun yang menunjukkan ciri anak itu juga harus dihindari.
Jurnalis seharusnya menghindari penyebutan informasi yang memudahkan orang untuk melacak anak tersebut. Ini berlaku juga untuk anak yang menjadi korban pelecehan dan eksploitasi seksual, pelaku kekerasan fisik dan seksual, anak positif HIV.
Jurnalis harus ekstra hati-hati saat menulis tentang anak supaya tidak mengorbankan hak mereka. Selain itu, mereka perlu memikirkan secara mendalam nasib anak yang diliput. Mengedepankan kode etik jurnalistik penting sebagai rambu-rambu untuk memenuhi tanggung jawab etis dan profesionalisme.
AJI menyayangkan sebagian pemberitaan media massa yang tidak berperspektif anak. Mengejar klik bait untuk meraup cuan menjadi tren di tengah persaingan dan gempuran arus digitalisasi dengan mengabaikan aturan. “Dampaknya berpotensi membuat anak menjadi korban kedua kalinya,” ujar Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim.
Celakanya, sebagian jurnalis tidak tahu bagaimana meliput isu anak secara tepat dan kurang pengetahuan. Sebagian perusahaan media massa juga kurang memberikan perhatian melalui pelatihan untuk meningkatkan kapasitas.
AJI Indonesia mengingatkan perusahaan media untuk menaruh perhatian serius terhadap liputan berperspektif anak dan taat pada Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers hendaknya aktif menyosialisasikan pedoman pemberitaan ramah anak yang diterbitkan sejak 2019. (Kifli).