Ngobrol Pintar, SIEJ Sulut Diskusi Bersama BKSDA Angkat Perlindungan Tumbuhan dan Satwa Liar

oleh -14 views

Manado, Infosulut.id – The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) Simpul Sulawesi Utara kembali menggelar Diskusi Ngopi “Ngobrol Pintar” bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulut pada Jumat, 11 Agustus 2023 siang.

Ngopi bersama SIEJ kali dilaksanakan di Balai Kantor BKSDA Jalan Tololiu Supit Kelurahan Tingkulu Kecamatan Wanea dengan tema Pengawasan dan Pengendalian Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) di Wilayah Sulawesi Utara.

“Tumbuhan dan satwa liar adalah bagian penting dari ekosistem bumi. Mereka berkontribusi pada keseimbangan alam dan menyediakan berbagai manfaat bagi manusia dan lingkungan,” ungkap Kepala BKSDA Sulut, Askhari Daeng Masiki.

Namun, kelestarian flora dan fauna tersebut kata dia, kini terancam karena kecenderungan meningkatnya pemeliharaan yang tidak sesuai dengan ketentuan.

“Jumlah perdagangan satwa liar secara global meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama selama pandemi Covid-19, juga jadi faktor ancaman,”jelasnya.

Katanya, Hal ini ditandai dengan meningkatnya jaringan daring aktivitas ilegal ini. Tidak hanya mengancam spesies besar, seperti harimau dan gajah, tetapi perdagangan satwa ilegal ini juga mengancam berbagai spesies, seperti ikan, reptil, dan unggas.

“Di Sulawesi Utara, beberapa tumbuhan dan satwa liar tak luput dari incaran,”bebernya.

Lanjut dia, Beberapa yang dapat ditemukan di Sulawesi Utara antara lain adalah tarsius, babi rusa Sulawesi, anoa, serta berbagai jenis burung endemik seperti maleo dan kakatua raja.

“Ya di samping itu, Sulawesi Utara juga memiliki keanekaragaman hayati laut yang kaya, termasuk terumbu karang yang indah dan beragam spesies ikan,”kata Askhari Daeng Masiki.

Pengendalian tumbuhan dan satwa liar khususnya peredaran dan perdagangannya lanjyt dia, perlu mendapat perhatian lebih baik itu yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi.

Katanya lagi, Masyarakat cenderung masih memandang sebelah mata hal tersebut dan terkesan menyerahkan sebagian besar hal tersebut kepada pemerintah.

Askhari Daeng Masiki menerangkan nilai penting dengan menjaga bumi dan melestarikan alam melalui perlindungan terhadap satwa liar dengan melakukan konservasi di wilayah kami sendiri ada delapan di Sulut dan lima di Gorontalo.

“Dimana menjaga alam dan melestarikan bumi dengan mengetahui peran dari satwa liar diantaranya penyeimbang rantai makanan, membantu penyerbukan tanaman, predator bagi hama, membantu penyebaran beberapa jenis tumbuhan,” terang Askhari.

Selain itu satwa liar juga bermanfaat sebagai bahan penelitian, pendidikan, wisata terlebih keberadaan satwa liar untuk sumber protein, dimana memiliki nilai ekonomi tinggi dan memberikan insipirasi karya.

Lanjut Askhari kerap terjadi pelanggaran bidang peredaran tumbuhan dan satwa liar dengan terjadinya penyelundupan dan perdagangan ilegal (smuggling and illegal trade) dan perburuan ilegal TSL (illegal hunting) serta pemeliharaan secara ilegal TSL yang dilindungi.

“Terjadinya penyelundupan, perdagangan, perburuan serta pemeliharaan ilegal TSL yang dilindungi tersebut, dilatarbelakangi adanya permintaan pasar, untuk dikonsumsi, sebagai hiasan, obat-obatan, peliharaan dan status sosial. Hal tersebut dikarenakan lemahnya penegakan hukum dan isu perlindungan terhadap TSL belum menjadi permasalahan nasional, belum lagi terkait kebutuhan ekonomi dan rendahnya kepedulian dalam konservasi tumbuhan dan satwa liar khususnya di Sulawesi Utara,” tambah Askari.

Sementara Dasar Hukum perlindungan terhadap TSL sendiri telah ada, yakni Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990, UU No. 41 Tahun 1990, Peraturan Pemerintah no.8 Tahun 1999 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.106 Tahun 2018 serta Kemenhut No. 447 / 2003.

“BKSDA Sulut terus melakukan pengawasan dengan patroli di perbatasan Bolaang Mongondow dan juga telah bekerjasama dengan sejumlah pihak termasuk di Pelabuhan Bitung karena Sulut sebagai daerah transit peredaran satwa liar, serta patroli dalam kota seperti di Talaud dan Sangihe dengan 24 ekor satwa liar diantaranya hewan Monyet digo, elang laut, kakatua jambul kuning kecil, nuri bayan, nuri talaud dan ternate, betet kelapa punggung biru, beo, kasturi kepala hitam dan perkici dora, bahkan telah ikut mengkampanyekan stop makan penyu pada waktu lalu bersama masyarakat di Lirang Lembeh Bitung” jelas Askhari saat sesi tanya jawab.

Dengan adanya patroli dari Petugas BKSDA kami berhasil mengumpulkan bukti peredaran daging satwa liar di wilayah seperti Minahasa, Tomohon, Talaud, Sangihe, Minut, Bitung dan Bolaang Mongondow Raya.

Satwa liar antaranya babi hutan, kelelawar, tikus hutan, ular phyton, dan biawak dengan hasil patroli tercatat pada 19-23 Desember 2021 berjumlah 10.650 Kg, dan patroli pada 7-11 September 2022 dengan jumlah 3,728 Kg daging babirusa, macaca hecki, tikus hutan, ular phyton, dan biawak, sementara patroli 20-24 September 2022 hasil yang diperoleh berjumlah 4.525 Kg dan patroli 2-5 April 2023 berjumlah 3,999 Kg.

Namun BKSDA Sulut mengakui adanya kendala dalam perlindungan dan pengawasan terhadap TSL, dikarenakan keterbatasan sumber daya, koordinasi lintas sektor belum terpadu, modus operandi berubah-ubah, informasi tidak valid, informasi bocor dan wilayah peredaran yang sporadis(banyak).

“dibalik kerja kami pada tahin 2020 mengembalikan 41ekor satwa liar asal Maluku, mengembalikan (repatriasi) 91 ekor satwa hasil selundupan dari Filipina, dan mengembalikan 2 ekor orangutan ke Kalimantan Timur serta ditahun yang sama juga melepaskan 2 kelompok yaki berjumlah 23 ekor ke salah satu kawasan kami di Sulawesi Utara,” ungkapnya.

Askhari berharap media bisa membantu kerja-kerja dari BKSDA dengan mempublikasikannya melalui rekomendasi adanya koordinasi, sharing tanggung jawab, aksi bersama, patroli rutin, operasi mendadak, informasi yang kuat dan penegakan hukum.

Dengan melihat berbagai masalah yang terjadi di lapangan maka Kepala Balai KSDA mengharapkan adanya perhatian yang khusus bagi pemerintah daerah setempat, agar kiranya dapat menindak setiap orang yang dengan sengaja membunuh satwa liar di daerahnya, apalagi memperjual belikan satwa liar antar daerah bahkan antar Negara. Jika ada yang melakukan dan kedapatan akan hal itu maka harus dihukum biar ada efek jera bagi mereka yang terlibat didalamnya.

“Dengan kegiatan diskusi ini bisa terbangun jalinan BKSDA dengan kawan-kawan Media selaku mitra, kiranya bisa blow-up kerja BKSDA Sulut dalam perlindungan dan pengawasan terhadap tumbuhan dan satwa liar ” harapan Askhari dalam closing statmentnya.

Sementara itu Koordinator SIEJ Simpul Sulut, Finda Muhtar, mewakili Masyarakat Jurnalis Peduli Lingkungan mengaku saat ini semakin maraknya kerusakan ekosistem salah satunya lewat contoh di atas, untuk itu The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) Sulawesi Utara, melihat lebih dekat bagaimana populasi kekayaan flora dan fauna di Bumi Nyiur Melambai melalui diskusi ketiga kalinya ini.

“Peningkatan pemahaman di kalangan jurnalis lingkungan, diharapkan bisa berkembang menghasilkan sebuah produk berita yang mengedukasi masyarakat agar melakukan konservasi keanekaragaman hayati, khususnya kelestarian tumbuhan dan kesejahteraan satwa,” ujar Finda.

Kondisi yang ada, media lebih banyak memberi tempat terhadap berita-berita ekonomi dan politik dibanding berita lingkungan.

“Kalaupun ada berita isu lingkungan dalam sebuah media, hanya menempati ruang kecil saja sedangkan berita ekonomi dan politik selalu menjadi jualan jurnalis dalam menulis, padahal isu lingkungan ada banyak,” jelas Pemred BeritaManado ini.

Media massa sangat berpengaruh untuk menyadarkan publik agar mereka segera peduli terhadap lingkungannya, untuk bersama-sama menyelamatkan bumi, dan mencegah
“kehancuran bumi” yang dipercepat oleh kerusakan-kerusakan lingkungan.

“Di SIEJ kami anggotanya dilatih untuk meningkatkan skill serta kapasitas jurnalis untuk peliputan terkait lingkungan.
menyangkut hutan
bentuk pengendalian dan pengawasan, sehingga “Mengabarkan, Membangun Kesadaran, Menginspirasi Perubahan,” tandasnya.

Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia, didirikan tahun 2006 oleh 45 jurnalis. Tujuannya adalah mendorong liputan lingkungan yang kritis dan berpihak pada kebenaran. Dengan lebih dari 200 anggota aktif di seluruh provinsi, SIEJ membangun jaringan jurnalis dan media, meningkatkan kualitas liputan lingkungan, dan mengembangkan jurnalisme advokasi lingkungan.(Kifli).