Jakarta, Infosulut.id – Wakil Pemimpin Redaksi Liputan6.com, Elin Yunita Kristanti mengungkapkan kekhawatirannya atas kurangnya pemberitaan terhadap isu lingkungan. Padahal isu lingkungan tengah gencar disuarakan oleh sejumlah masyarakat dan para aktivis yang terkena dampak dari kerusakan lingkungan.
“Jadi isu lingkungan cenderung akan naik ketika isu itu akan besar, yang kita rasakan dampaknya,”kata Elin dalam diskusi “Narasi Media dan Peran Perempuan
dalam Konservasi Laut dan Pesisir” pada acara Green Press Community di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Elin menjelaskan bahwa setidaknya ada dua alasan media dianggap kurang memberitakan soal isu lingkungan. Pertama, tenggelam dengan isu-isu yang lebih trending di tengah masyarakat.
“Sering kali tenggelam oleh isu-isu yang lebih urgent dan tenggelam juga oleh review-review di media sosial, tenggelam juga soal isu-isu artis, isu politik, dan lain-lain. Jadi itulah kenapa seakan-akan berita-berita soal lingkungan agak jarang di media,” tuturnya.
Hal itu ditambah dengan adanya tren, behavior atau perilaku, dan jejak digitalisasi dalam sebuah media. Dia menyebut media seyogyanya akan mengikuti sebuah tren yang tengah berkembang di masyarakat.
“Tren menangkap behavior kita. Kalau kita tidak membaca apa yang dimuat di media soal lingkungan, kita tidak membaca apa pesan dan persoalan lingkungan. Selama tidak ada breaking news, isu lingkungan tidak akan lebih tren,” katanya.
Kedua, media saat ini tengah berusaha untuk bertahan hidup atau survive dengan menaikkan trafik tayangan dalam sebuah pemberitaan. Trafik itulah yang menjadi sumber pendapatan bagi media.
“Kenapa media jarang membahas lingkungan, media tidak sedang baik-baik saja dan kehilangan dua hal, yaitu revenue dan pembaca,”ucapnya.
“Kita juga harus mengikuti apa yang diikuti oleh tren karena kita butuh survive karena matriks, impression, karena pertama butuh uang, itu untuk membayar gaji kita, operasional kita, kemudian memastikan media itu survive secara finansial,” papar Elin.
Oleh karena itu, dia berharap agar konten terkait isu lingkungan dapat ditingkatkan kualitasnya. Misalnya dengan menangkap berbagai pengalaman-pengalaman aktivis atau pegiat lingkungan saat tengah melakukan aksi kampanye mereka di lapangan, atau kisah masyarakat yang terdampak kerusakan lingkungan secara langsung.
“Jadi, konten yang bisa membantu media untuk dapatkan catch itu tanda like, juga mengungkap pesan-pesan, nilai-nilai, atau event pasti viral. Seperti inilah yang kita butuhkan di media. Bagi kami, alur-alur lurus ternyata bukan story, real story from reality dan itu menarik untuk pembaca,” katanya.
“Itu sebenarnya adalah hal yang bisa dilanjutkan untuk produksi. Alih-alih kita menunggu event atau tren. Breaking news atau bencana dan lain-lain itu bisa kita terus produksi di media.”
Green Press Community merupakan ajang perdana yang diorganisasi oleh Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (The Society of Indonesian Environmental Journalists/SIEJ) guna menghimpun ide dan memantik gerakan bersama untuk melestarikan lingkungan hidup di Indonesia.
Berlangsung sejak Rabu (8/11), GPC menghadirkan berbagai learning session, talk show, dan konferensi yang melibatkan ratusan peserta dari berbagai kalangan, termasuk pers, organisasi non-pemerintah, dan mahasiswa.(Kifli).