Manado, Infosulut.id – 17 tahun perjuangan masyarakat dalam mengawal khasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terus di lanjutkan hingga hari ini, agar terduga pelaku bisa di tangkap dan diadili sesuai prosedur dan hukum yang berlaku.
Aksi kamisan adalah sebuah aksi yang dilakukan setiap hari kamis di depan Istana negara yang dilakukan oleh korban pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia. Aksi ini pertama kali dimulai pada hari kamis tanggal 18 Januari 2007
Sasaran dari aksi kamisan adalah empat lembaga yang paling bertanggung jawab dalam penanganan kasus pelanggaran HAM. Yaitu Presiden sebagai penerbit regulasi bernama Keputusan Presiden (Keppres), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai instansi yang merumuskan surat rekomendasi kepada presiden, Komnas HAM sebagai lembaga penyelidik, dan Kejaksaan Agung sebagai lembaga penyidik.
Dalam refleksi ke 17 tahun, Aksi Kamisan manado yang berkolaborasi dengan badan eksekutif mahasiswa (BEM) universitas sam ratulangi (Unsrat), yayasan lembaga bantuan hukum indonesia lembaga bantuan hukum (YLBHI-LBH) manado dan tou weru melaksanakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan di auditorium universitas samratulangi manado,kamis (18/01/2024).
Sejumlah elemen gerakan masyarakat petani, individu dan mahasiswa merefleksikan 17 tahun aksi kamisan melalui diskusi, musikalisasi puisi dan nonton bareng yang mengusung tema “Orang Silih Berganti, Kamisan Tetap Berdiri”.
Ketua BEM unsrat, Jonathan Sompie mengatakan. Sudah hampir 5 tahun BEM Unsrat mengalami kemunduran terhadap pergerakan mahasiswa, melalui kegiatan seperti ini mereka selaku pengurus ingin kembali menumbuhkan pergerakan-pergerakan mahasiswa.
“Sekiranya kegiatan refleksi seperti ini menjadi awal untuk seluruh mahasiswa unsrat yang ada, agar terpacu lagi untuk melaksanakan kegiatan pergerakan mahasiswa, karena inilah yang harus dimiliki oleh mahasiswa,” ujar ketua BEM Unsrat
Lanjut dia, bahwasannya kegiatan seperti ini tidak terjadi 5 tahun sekali, karena sejak konsolidasi aksi kamisan dan BEM Unsrat, terus melakukan pengecaman keras atas tuduhan politisasi terhadap mereka, padahal setiap hari kamis mereka terus menyoraki terkait dengan pelanggaran HAM yang ada di Indonesia khususnya di Sulawesi Utara.
“Saya mengapresiasi apa yang boleh dilakukan kampus universitas samratulangi Manado, karena bisa memfasilitasi kegiatan refleksi 17 tahun perjuangan, pergerakan aksi kamisan, kampus memiliki sifat yang pro akan mahasiswa, dan mungkin ingin menumbuhkan kembali gerakan gerakan seperti ini,” kata Jonathan Sompie .
Menurut Jonathan keterlibatan BEM Unsrat Manado pada refleksi ke 17 tahun kamisan murni kesadaran dan tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Apalagi sering disandingkan terkait aksi bagi-bagi selebaran yang sempat viral beberapa waktu lalu dan dinilai dipolitisir menjelang pemilu.
Henly Rahman mewakili aksi kamisan manado menjelaskan refleksi ke 17 tahun sebagai bentuk peringatan dan juga bentuk kesadaran kawan-kawan pergerakan yang masih konsisten dalam gerakan kemanusiaan.
“Jadi 17 tahun ini, diperingati dengan berbagai kegiatan refleksi, kurang lebih ada sekitar 17 titik yang dilakukan serentak dari jakarta, Ternate, hingga sulawesi utara, kegiatan hari ini bukan sekedar perayaan, tetapi juga sebagai bentuk keteguhan. 17 tahun kamisan di jakarta,” jelas Henly
Lanjut Henly, selama 17 tahun kamisan, sudah melakukan lebih dari 800 kali aksi di depan Istana Negara, Jakarta. di Sulawesi Utara sendiri khususnya Kota Manado kini memasuki 4 tahun dan sudah melaksanakan aksi sebanyak 60 kali.
Terkait kolaborasi dengan BEM Unsrat manado, tidak ada keterkaitan isu yang beredar soal adanya salah satu poster bertebaran terkait paslon, sebab aksi kamisan bukan cuma bicara soal 5 tahunan. Konsistensi kamisan merupakan aksi yang sadar akan HAM dan berpihak pada korban. Henly menegaskan kamisan tidak pernah melibatkan diri dalam aksi janji-janji politik atau kampanye paslon menjelang pemilu.
“Apalagi momentum seperti ini kami secara tegas mengatakan aksi kamisan Manado tidak pernah terlibat dalam aksi tersebut,” tegasnya.
Selama 4 tahun berjalan, aksi kamisan manado kerap berdiri pada hari kamis sejak pukul 15.00-18.00 Wita di Tugu Zero Point, memakai pakaian serba hitam, payung dan baliho berisikan tuntutan penuntasan kasus pelanggaran HAM.
Isu pelanggaran HAM di Sulawesi Utara pun bervariasi, seperti konflik agraria yang menggusur ruang hidup masyarakat, reklamasi, pertambangan dan sejumlah proyek pemerintah yang hanya berpihak kepada korporat. Dimana aktor utama kasus pelanggaran HAM adalah aparat kepolisian.
“Kalau untuk isu HAM yang beredar di sulawesi utara itu terutama soal kekerasan aparat. Yang dimana kebebasan berekspresi teman-teman mahasiswa dan masyarakat sipil yang menyampaikan kritik, pendapat itu seringkali atau melakukan aksi demonstrasi itu akhirnya berujung pada represifitas,” ujar Henly.
Selain kepolisian, maraknya perampasan ruang hidup di sulawesi utara turut disokong oleh pemerintah. Henly mengungkapkan peristiwa 7 November 2022 di Desa Kalasey Dua, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa murni pelanggaran HAM, namun hal ini berbanding terbalik dengan hasil temuan Komnas HAM.
“Akan tetapi Komnas HAM sendiri tidak menyatakan sebagai pelanggaran HAM karena menurut catatan teman-teman LBH itu kurang lebih ada sekitar 7 hak yang dilanggar oleh pemerintah provinsi yakni ada gubernur, Kemenparekraf dan juga aparat kepolisian sebagaimana yang dilakukan pada tanggal 7. Nah itu yang akan menjadi isu di kamisan manado terkait dengan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi, berpendapat dan berkumpul, yang dimana polisi melakukan represifitas juga pelanggaran hak-hak ruang hidup rakyat. di Kalasey, di Sangihe atau di Kelelondey bahkan hari ini juga masyarakat pesisir itu akan kena dampak terkait hak mereka,” ungkapnya.
Divisi Ekonomi Sosial Budaya LBH Manado Sukardi Lumalente yang juga turut hadir dalam kegiatan tersebut mengutarakan pendapat yang sama, jika konsistensi aksi kamisan Manado dalam menyuarakan kasus pelanggaran HAM tidak luput daripada isu-isu nasional maupun lokal.
Menurut Sukardi isu-isu lokal yang terjadi di sulawesi utara ada beberapa kasus yang memiliki pelanggaran HAM misalnya di kalasey, kabupaten kepulauan sangihe dan makalisung.
Sukardi berharap keterlibatan BEM unsrat manado untuk menyuarakan kasus pelanggaran ham bukan sekadar momentum.
“Kami berharap BEM ini terus berlanjut atau melakukan progres dalam setiap gerakan aksi kamisan yang melibatkan BEM Unsrat bukan hal soal momentual politik di tahun ini. Semoga teman-teman BEM itu dapat sebijak-bijaknya menyatakan sikapnya tidak terlibat dalam politik praktis apalagi dengan melakukan kegiatan ini,” harapnya.
Selanjutnya Apresiasi datang dari dosen universitas samratulangi Adinda Franky nelwan. Yang juga merupakan aktivis pergerakan di era tahun 1980an . Beliau mengungkapkan bahwah ini adalah sebuah kebangkitan baru, apalagi setelah beberapa tahun terakhir BEM unsrat tidak melaksanakan kegiatan seperti ini, apalagi yang di angkat adalah isu pelanggaran HAM
“Inilah dunia kampus, kampus memang harus seperti ini, suara-suara mahasiswa harus diberikan ruang, malahan ham adalah isu internasional jika kita melihat lebih jauh,” tutur Mner adinda.
Harapnya, kedepan agar melalui forum ini akan ada anak-anak muda, pejuang-pejuang muda yang dapat menegakan perjuangan dalam hal Hak Asasi Manusia, karena menurut beliau pelanggaran ham pastinya selalu berhadapan dengan aparatur tingkat negara/yang berkuasa.
“Di berbagai dunia juga pastinya mengalami pelanggaran ham, Apalagi Indonesia sendiri sudah berumur 78 tahun, namun proses penegakan HAM masih belum dilaksanakan secara baik, dan terkait dengan yang terjadi di kalasey, agar sekiranya bisa terselesaikan dengan baik, di pertemukan dengan pihak-pihak terkait, dan diharapkan BEM Unsrat turut ambil andil di dalamnya, mahasiswa yang masih murni, memiliki kekuatan moral untuk bersama mencari jalan keluar,” pungkasnya.
Penulis : Candle
Editor : Julkifli