Tamako, Infosulut.id – Dinas Pendidikan Daerah ( Dikda ) Sulut melalui Ketua Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) SMA Dikda Provinsi Sulut yang juga sebagai Pelatih Ahli Program Sekolah Penggerak, Diane Manaroinsong menggelar In House Training (IHT) untuk Peningkatan Kualitas dan Kompetensi Guru Dalam Pembelajaran yang berlangsung di SMA Negeri 1 Tamako Kabupaten Sangihe pada Rabu ( 19/01/2022 ).
Kegiatan tersebut selain dihadiri Kepala SMAN 1 Tamako dan para guru, juga Kepala SMAN 1 Manganitu Selatan dan para guru serta Kepala SMAN 1 Pintareng dan para guru dengan menerapkan protokol kesehatan covid-19 secara ketat.
Kegiatan tersebut dibuka Ketua MKKS SMA Se-Kabupaten Sangihe yang juga Kepala SMAN 1 Tahuna, Marthin Luther Janis. Katanya, materi dalam IHT ini sangatlah baik bagi peningkatan kompetensi guru di daerah kepulauan Sangihe.
“Kami sangat bersyukur pada Mendikbud saat ini yang sudah meluncurkan kurikulum prototipe yang akan berlaku 2022-2024,”katanya.
Sementara itu Ketua Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) SMA Dikda Provinsi Sulut yang juga sebagai Pelatih Ahli Program Sekolah Penggerak, Diane Manaroinsong mengatakan, kurikulum prototipe akan berlaku mulai tahun 2022-2024 dan ini bentuk pemulihan pembelajaran yang dikenal kurikulum paradigma baru karena model ini berbasis digital.
” Kurikulum ini lebih unggul dan lebih membantu para guru untuk fokus pada materi esensial dan merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2013,”ungkap Diane.
Kata dia, disini guru akan mengajarkan dengan menggunakan platform digital yakni dimana ada teknis guru bisa mengajar secara daring dan luring.
“Saat ini ada 2500 sekolah penggerak di Indonesia sementara uji coba kurikulum prototipe dan sekarang dalam perekrutan 7500 calon Sekolah Penggerak untuk Tahun ajaran 2022-2023,”jelasnya
Lanjutnya, diharapkan juga para Kepsek harus berperan aktif guna meningkatkan kualitas dan kompetensi guru dalam pembelajaran saat ini.
Dalam IHT juga para guru dibagikan kelompok guna membahas persoalan dan jalan keluarnya dalam menghadapi peserta didik.
Foto : Seorang guru dari SMAN 1 Tamako sedang memaparkan hasil kelompoknya dihadapan pengawas yang juga pelatih ahli.
Diketahui, Kurikulum prototipe akan diterapkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikburistek) pada 2022 ini.
Kurikulum baru ini merupakan kurikulum pilihan (opsional) yang di dalamnya terdapat beberapa perubahan. Tentunya memungkinkan para siswa dan guru lebih merdeka dalam belajar.
Kurikulum prototipe merupakan lanjutan dari kurikulum masa khusus pandemi Covid-19 atau kurikulum darurat yang telah diluncurkan pada Agustus 2020 silam. Kurikulum prototipe rencananya akan diberlakukan secara terbatas dan bertahap melalui program Sekolah Penggerak.
Dilansir dari kemdikbud.go.id, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengungkapkan bahwa dalam penerapannya, kurikulum prototipe bertujuan untuk memberi ruang yang lebih luas bagi pengembangan karakter dan kompetensi dasar siswa.
“Kemendikbudristek akan memberikan opsi kebijakan kurikulum untuk pemulihan pembelajaran, salah satunya melalui kurikulum prototipe yang merupakan lanjutan dari kurikulum masa khusus pandemi Covid-19 atau kurikulum darurat,” kata Anindito.
Dalam kurikulum prototipe, terdapat tiga karakteristik utama Berikut penjelasannya:
- Pengembangan kemampuan non-teknis (soft skills)
Keterampilan non-teknis adalah perkembangan kemampuan dengan EQ dan berkaitan dengan kemampuan bersosialisasi para siswa. Pada kurikulum prototipe, tidak hanya diajarkan pada keterampilan yang berkaitan dengan bidang yang ditekuni siswa saja, tetapi bisa lintas minat.
Dalam hal ini, kata Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan, Zulfikri Anas, yang dikutip dari Koran Tempo Edisi 25 Desember 2021, bahwa guru diminta untuk memberikan sejumlah tugas atau proyek kepada para murid yang sifatnya bisa lintas mata pelajaran, bahkan lintas peminatan.
Pada kurikulum prototipe, siswa Sekolah Dasar (SD) paling tidak dapat melakukan dua kali penilaian proyek dalam satu tahun pelajaran. Sedangkan siswa SMP, SMA/SMK setidaknya dapat melaksanakan tiga kali penilaian proyek. Namun demikian, sekolah tetap diberikan keleluasaan untuk pengembangan program kerja tambahan.
- Berfokus pada materi esensial
Dengan pembelajaran yang difokuskan pada materi-materi esensial, maka ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar, seperti literasi dan numerasi. Dengan begitu, para siswa atau murid tidak tertinggal dalam kemampuan dasar tersebut.
Selain itu, sudah tidak ada lagi jurusan ilmu sosial (IPS), alam (IPA), dan bahasa di jenjang pendidikan SMA. Siswa juga bebas dalam memilih mata pelajaran sesuai dengan yang diminatinya. Hal ini didasarkan pada kurikulum prototipe yang mengedepankan pengembangan karakter dan kompetensi esensial siswa.
Berbeda dengan kurikulum 2013 yang mengenal istilah KI dan KD, pada kurikulum prototipe terdapat istilah Capaian Pembelajaran (CP). CP merupakan satu kesatuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berkelanjutan, sehingga membangun kompetensi yang utuh.
- Memberikan fleksibilitas bagi guru
Guru, dalam hal ini, dapat mengajar suatu hal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh si murid. “Fleksibilitas bagi guru, dimaksudkan untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal,” jelas Anindito.
Selain itu, perencanaan kurikulum bagi sekolah pun dapat diatur dengan cara yang lebih fleksibel. Dalam kurikulum prototipe, lanjut Anindito, tujuan belajar ditetapkan per fase, yakni dua hingga tiga tahun, untuk memberi fleksibilitas bagi guru dan sekolah.
Hingga saat ini, ada 343 Taman Kanak-Kanak, 1.116 Sekolah Dasar, 547 Sekolah Menengah Pertama, 382 Sekolah Menengah Atas, dan 85 Sekolah Luar Biasa yang telah mengikuti proyek uji coba kurikulum prototipe. Ketika sudah diterapkan, nantinya kurikulum ini bakal dilakukan evaluasi kembali di Tahun 2024.(Kifli).